Theologi Predestinasi
Calvinis/theology TULIP/predestinasi bagaikan kuman yang memasuki
tubuh kekristenan dan mengalir hingga ke ujung jari. Calvinis percaya bahwa
dalam satu dekrit/keputusan Allah, Ia telah menetapkan segala sesuatu dalam
kekekalan, bahkan tiap-tiap tindakan dari setiap orang sesungguhnya telah
ditetapkan Allah sejak dalam kekekalan. Calvinis memaksakan Ef. 1:4 untuk
meyakinkan orang bahwa Allah telah menetapkan orang masuk sorga dan neraka
sejak KEKEKALAN.
“Dari Paulus, … kepada … orang-orang percaya dalam Kristus Yesus. …
Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di
dalam sorga. Sebab di dalam Dia
Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak
bercacat di hadapanNya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi
anak-anakNya, … yang dikaruniakanNya
kepada kita di dalam Dia, yang dikasihiNya.”
Melalui Exegesis/penafsiran yang hati-hati dan mendalam, dapat
disimpulkan bahwa ayat-ayat tersebut bukan berbicara tentang keselamatan,
melainkan
memberitahukan bahwa Allah telah memilih Kristus sejak kekekalan dan
setiap orang yang DI DALAM KRISTUS akan termasuk dalam lingkup pemilihan.
Supaya bisa termasuk di dalam Kristus, seseorang harus percaya kepada Kristus.
Dan surat Efesus adalah surat yang kudus menekankan jemaat yang adalah tubuh
Kristus, kumpulan orang yang percaya kepada Kristus yang berarti termasuk dalam
lingkup orang pilihan. Mereka termasuk dalam pilihan karena mereka berada di
dalam Kristus dan berkumpul membentuk tubuh Kristus. Pada zaman PL Allah
menetapkan bangsa Israel sebagai Tiang Penopang dan Dasar Kebenaran (TPDK), dan
setiap orang yang dilahirkan sebagai orang Yahudi secara jasmani MASUK ke dalam
pemilihan Allah. Sedangkan pada zaman PB Allah menetapkan jemaat lokal yang
adalah tubuh Kristus sebagai TPDK dan memilih setiap orang yang tergabung ke
dalamnya melalui bertobat dan percaya kepada Kristus untuk memperoleh berkat
rohani.
Doktrin predestinasi telah menekankan kedaulatan Allah
(sovereignity), tanpa mempertimbangkan aspek dua makhluk ciptaan Allah, yaitu
malaikat dan manusia yang diberi kemampuan berpikir dan kebebasan memilih.
Hasilnya Calvinisme mirip dengan konsep Islam yang disebut TAKDIR. Bagi Muslim
segala sesuatu telah ditakdirkan, sedangkan bagi Calvinis telah
dipredestinasikan. Jadi, kalau seorang perempuan diperkosa bergilir dan
dibunuh, itu telah ditakdirkan atau telah dipredestinasikan Allah sejak
kekekalan. Pengajaran Calvinis tentang keselamatan biasanya disingkat TULIP, yaitu T=Total Depravity, U=Unconditional Election, L=Limited Atonement,
I=Irresistible Grace, P=Perseverance. Sesungguhnya ini bukan theologi,
melainkan filsafat tentang cara manusia masuk Sorga oleh Agustinus yang
dikembangkan oleh John Calvin.
1. TOTAL DEPRAVITY (hancur
total)
Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan jatuh
total, hancur total, atau rusak total. Mereka menyimpulkan bahwa Allah
menetapkan Adam jatuh ke dalam dosa dan sesudahnya manusia hancur total. John
Calvin berkata, “Lagi, saya bertanya: darimana itu terjadi bahwa kejatuhan
Adam yang tak dapat diperbaiki melibatkan begitu banyak orang, bersama bayi
keturunan mereka dalam kebinasaan kekal kecuali karena itu sangat disenangi
Allah? Di sini lidah mereka yang suka berbicara harus tak berbunyi. Dekrit itu
memang mengerikan, saya mengakuinya. Namun tidak ada orang yang dapat
menyangkal bahwa Allah tahu dulu akhir seseorang sebelum Ia menciptakannya, dan
secara konsekuen tahu dulu karena Ia yang
menetapkan dengan dekritNya.” (John Calvin, Institutes of the Christian Religion). Calvin percaya dan
mengajarkan bahwa Allah demi kesenanganNya telah menetapkan Adam jatuh ke dalam
dosa sehingga menyeret seluruh umat manusia. Manusia sejak kejatuhan menjadi Total Depraved (hancur total), bahkan
tidak bisa menjawab ya kepada Allah
Padahal tidak demikian menurut Alkitab. Selain Allah tidak pernah
menetapkan kejatuhan Adam, setelah kejatuhan, ternyata manusia masih bisa
berpikir, memilih, memutuskan bahkan Allah menyatakan bahwa manusia sudah
seperti Allah (Kej. 3:22).
2. UNCONDITIONAL ELECTION
(pemilihan tanpa syarat)
Menurut alur filsafat Calvin, karena manusia tidak
bisa memberi respon sedetikpun kepada Allah, maka satu-satunya cara manusia
diselamatkan ialah melalui pemilihan yang tanpa syarat (Unconditional
Election). Efesus 1:4-5 dijadikan teks bukti. Padahal disitu tidak disebutkan
pemilihan untuk keselamatan melainkan untuk memperoleh berkat surgawi. Dan
lagipula disitu dikatakan pemilihan atas mereka yang di dalam Kristus, tanpa
menunjukkan cara seseorang masuk ke dalam Kristus.
Demikian juga dengan kesukaan mereka dalam Roma 8:29-30, yang
sesungguhnya tidak dikatakan Allah memilih sejumlah orang untuk masuk sorga
sejak kekekalan, melainkan berkata bahwa Allah tahu dulu (Alkitab bhs.
Indonesia sedikit salah terjemahan) maka Allah menetapkan. Jadi, penetapan
Allah didasarkan atas foreknowledge (tahu lebih dulu) Allah.
Ketika Calvinis diajak rasionalisasi bahwa jika Allah telah
menetapkan sejumlah orang masuk sorga sejak kekekalan, maka itu berarti Ia
telah menetapkan sejumlah orang masuk neraka juga, maka jawaban yang muncul
seringkali agak aneh, yaitu bahwa Allah secara AKTIF memilih sejumlah orang
masuk Sorga dan , dan secara PASIF membiarkan sejumlah orang masuk Neraka.
Padahal Calvinis percaya bahwa jika Allah mau, maka Ia bisa memilih semua orang
masuk Sorga, namun Ia tidak mau, melainkan senang,
dan demi kemuliaanNya serta kesenanganNya Ia hanya memilih sebagian saja.
Dr. David Cloud berkata bahwa “ada yang tidak beres dengan Allah
orang Calvinis”. Dan Dave Hunt berkata, “Allahnya John Calvin bukan Allah yang
maha kasih”. Kalau zaman sekarang di negara hukum ada orang bertindak seperti
Allah Calvinis, pasti dia harus dipenjarakan. Bayangkan kalau ada orang melihat
sebuah kapal yang berpenumpang seratus orang di lautan akan tenggelam, dan Ia
membawa kapal
yang besar yang cukup memuat beratus-ratus orang, namun Ia hanya memilih menyelamatkan sepuluh orang dan
secara PASIF membiarkan sembilan puluh orang tenggelam, maka jika dia bukan seorang yang
sangat jahat, ia pasti sakit jiwa.
Konsep Unconditional Election Calvinisme telah berhasil
menggambarkan Allah sebagai penjahat, bahkan monster. Padahal Alkitab jelas
menyatakan Allah itu Mahakasih. Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal
supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan hidup yang
kekal. Ayat-ayat Alkitab tentu tidak saling bertentangan. Kalau ia terkesan
bertentangan, maka pasti penafsirnya yang ada masalah.
3. LIMITED ATONEMENT
(penebusan terbatas)
Rasionalisasi filsafat Calvinisme berkata bahwa
manusia ambruk total sehingga tidak dapat menjawab atau memberi respon kepada
Allah, sehingga sepenuhnya bergantung kepada pemilihan Allah yang Unconditional. Maka konsekuensi
berikutnya adalah Limited Atonement
(penebusan terbatas). Calvinis tidak bisa terima bahwa Allah menebus seisi
dunia (1 Yoh 2:2, Ibr. 2:9, Yoh. 1:29, 1 Tim.2:6), karena itu tidak masuk ke
dalam nalar filsafat mereka.
Mereka selalu berargumen bahwa “jika Allah menebus seisi dunia, maka
tentu seisi dunia akan selamat, dong?! Kan Allah Mahakuasa?” Padahal memang
Allah Mahakuasa dan ayat-ayat Alkitab menyatakan bahwa Allah mengasihi semua
manusia bahkan Allah ingin semua manusia diselamatkan (2 Pet. 3:9). Konsep
Calvinis bahwa jika Allah menghendaki semua manusia selamat dan Ia Mahakuasa,
maka seharusnya semua orang menjadi selamat, itu karena mereka tidak memahami
manusia yang memiliki kehendak bebas yang diberikan Allah dan Allah yang
Mahakuasa menghargainya. Limited
Atonement adalah salah satu dari lima poin Calvinisme yang paling sulit
mereka pertahankan sehingga banyak dari mereka yang membuang poin ini sehingga
menjadi four (empat) points Calvinis, termasuk Lewis S. Chafer (Pendiri Dallas
Theological Seminary). Karena terlalu sulit bagi mereka untuk melawan terlalu
banyak ayat yang menyatakan bahwa Yesus Kristus menebus dosa semua manusia.
4. IRRESISTIBLE GRACE
Poin ini sesungguhnya tidak terlalu penting karena
merupakan tambahan atau rasionalisasi logis dari tiga poin sebelumnya. Jalan nalar
filsafat Calvin ialah, ‘jika Allah memilih siapa yang ingin diselamatkanNya,
maka sudah pasti orang tersebut tidak bisa menolak’. Mereka sebut anugerah yang
tidak bisa ditolak (Irresistible Grace). Padahal di dalam Alkitab banyak sekali
contoh penolakan. Orang muda yang datang kepada Yesus (Mat. 19:16-26) ternyata
menolak. Dan Tuhan Yesus berkata dalam Mat. 23:37.
5. PERSEVERANCE of the
Saints
Perseverance artinya adalah pemeliharaan orang-orang
kudus yang adalah poin akhir dari rangkaian nalar Calvinisme. Tentu, kalau
Allah telah menetapkan untuk menyelamatkan sebagian orang untuk masuk Sorga dan
kemudian memilih mereka, maka Ia pasti akan menjamin mereka masuk sorga. Namun
para Calvinis tidak pasti siapa yang dipilih atau tidak. Bahkan Seorang
Calvinis berkata bahwa ia percaya ada orang yang sudah dipilih namun masih di
kuil-kuil, masjid-masjid, dan di gereja-gereja Arminian. Sedangkan ada orang
yang sedang menjadi gembala di gereja Reform tetapi sebenarnya tidak dipilih.
Sesungguhnya Calvinis tidak memiliki kepastian masuk sorga yang Alkitabiah.
Kepastian yang Alkitabiah adalah Ibr. 3:14.
“Karena kita telah beroleh
bagian di dalam Kristus, asal saja kita
teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula”.
Mengenai keselamatan bayi sebelum akil balig, Calvinis sendiri
kebingungan. Ada yang berkata bahwa bayi orang Kristen akan masuk sorga
sedangkan bayi non-Kristen akan masuk neraka. Lalu bagaimana kalau tadinya
seseorang belum menjadi Kristen, dan bayinya mati, dan sesudahnya ia menjadi
Kristen? Betapa kejamnya Allah Calvinis yang memasukkan bayi ke dalam neraka
karena status orang-tuanya. Ada Calvinis yang sangat jujur dan mengaku tidak
tahu. Memang benar, jangankan yang mati bayi, yang sudah jadi pengkhotbah
terkenal sekalipun bisa-bisa ternyata tidak terpilih. Sebagian lagi
mengajarkan, baptism regeneration
(keselamatan oleh baptisan) sehingga gereja Reform dan Presbiterian giat
membaptis bayi. Mereka mensejajarkannya dengan sunat PL, sementara itu mereka
membaptiskan bayi perempuan walau di PL wanita tidak disunat. Di dalam Calvinisme
tidak ada kepastian masuk sorga, baik bayi, orang dewasa, anggota jemaat,
bahkan para pendeta mereka sekalipun tidak ada kepastian masuk sorga karena
mereka tidak tahu siapa yang dipilih dan siapa yang disingkirkan Allah (reprobation).
Kesimpulan
Tidaklah heran kalau Lawrence M. Vance menulis dalam bukunya The Other Side of Calvinism berkata : “Calvinisme
adalah ajaran sesat terdahsyat yang telah mewabahi gereja.” Bagaimana tidak? Mormonisme
memang sesat, tetapi tidak diijinkan masuk ke dalam gereja melainkan di blok di luar. Saksi Jehovah juga sesat
dan di blok diluar. Sedangkan Calvinisme, sesat tapi diijinkan masuk ke gereja
sehingga hampir tidak ada denominasi yang terlepas dari pengaruhnya. Calvinisme
telah melenyapkan semangat penginjilan, bahkan semangat bertekun di dalam iman.
Bayangkan, kalau Allah telah memilih sejumlah orang masuk sorga atau neraka
sejak kekekalan melalui satu dekrit, untuk apa kita menginjil atau
mempertahankan hidup keimanan kita? Calvinis selalu menjawab, “kita menginjil
karena kita tidak tahu siapa yang dipilih atau tidak”. Coba duduk tenang dan
renungkan! Kalau angkanya sudah pasti, giat memberitakan Injil juga tidak akan
menambah, dan tak beritakan tidak akan berkurang juga jumlahnya. Lalu apa
perlunya Injil diberitakan?
Filsafat Calvinistik inilah yang telah menghancurkan Eropa, yang
tinggal sedikit waktu lagi akan menjadi wilayah Islam. Apakah ini berkat atau
wabah bagi Kekristenan. Bayangkan jika Allah telah menetapkan (mempredestinasikan)
atau menakdirkan segala sesuatu yang Calvin akui sebagaimana telah dikutip
bahwa Allah menetapkan Adam jatuh ke dalam dosa, maka kejatuhan Adam adalah kesalahan
Allah, bukan kesalahan Adam. Menurut Calvinis, Allah juga yang menetapkan orang
membunuh, memperkosa, mencuri, yang tentu Allah juga yang menetapkan keributan
14 Mei 1998. Bisakah kita simpulkan bahwa Calvinisme adalah filsafat yang
diciptakan John Calvin dengan memungut sebagian ayat Alkitab, sehingga
filsafatnya bisa dimasukkan ke dalam pengajaran Kekristenan?
Jika kita renungkan sungguh-sungguh,
lima poin Calvinisme, maka satu dengan yang lainnya saling mengait. Jika salah
satunya gagal, maka yang lainnya juga harus ditinggalkan. Oleh sebab itu
logisnya tidak ada orang yang four points
Calvinis, bahkan tidak ada yang one
point. Jika Calvinis benar, maka ia benar kelima poinnya. Kita menjadi
sangat heran ada diantara mereka yang sudah memodifikasi ajaran John Calvin,
atau membuang beberapa poin dari TULIP namun mereka masih mau menyebut diri
mereka Calvinis. Ketika pertanyaan ini dikemukakan, ada pihak yang menjawab
mungkin karena mereka telah terlanjur memakai nama gereja Reform atau
Presbiterian yang notabene adalah gereja yang didirikan John Calvin dan
teman-temannya. Atau sesungguhnya mereka belum dilahirkan kembali, karena
mereka belum pernah bertobat dan percaya kepada Kristus dengan benar, melainkan
hanya yakin secara membabi-buta sebagai orang pilihan?
Jika anda berbicara dengan jemaat gereja Reform atau Presbyterian
yang sesungguhnya adalah Calvinistic, tentang poin Calvinisme yang tidak masuk
akal dan tidak alkitabiah, mereka pasti akan mengelak dengan berkata bahwa
Calvinisme yang sejati tidak seperti itu. Bahkan sekalipun kita telah mengutip
omongan John Calvin sendiri, mereka masih tetap akan berkelit dengan berkata
bahwa itu pengajaran hypher-Calvinist. Mereka berbuat demikian karena ada poin
tertentu yang terlalu sulit untuk dipertahankan, maka mereka menuduh kelompok Calvinis yang
mempertahankan poin itu sebagai hypher-Calvinist. Dan mereka juga sering
menuduh orang lain salah dalam memahami Calvinisme, sehingga Dr. David Cloud
berkata, “jika tidak ada orang yang sanggup memahami Calvinisme, atau jika
Calvinisme itu sedemikian berbelit-belit, maka pasti itu bukan kebenaran,
melainkan penipuan”.
Tulisan ini tidak memiliki maksud negative, melainkan ingin mengajak
teman-teman Calvinis, dan mengingatkan orang Kristen, untuk menilai dengan nurani
serta akal sehat yang murni. Jika Calvinisme memang sulit untuk dipertahankan,
ya untuk apa dipertahankan. Bukankah tujuan kita bertheologi itu untuk mencari
kebenaran, bukan mencari pembenaran apalagi mempertahankan ketidak-benaran?
Dengan kasih Kristus.***
Sumber : Pedang Roh Edisi XLVII (47) Tahun XI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar