Senin, 13 Januari 2014

Wabah TERDAHSYAT Terhadap Kekristenan

                    
 Theologi Predestinasi
Calvinis/theology TULIP/predestinasi bagaikan kuman yang memasuki tubuh kekristenan dan mengalir hingga ke ujung jari. Calvinis percaya bahwa dalam satu dekrit/keputusan Allah, Ia telah menetapkan segala sesuatu dalam kekekalan, bahkan tiap-tiap tindakan dari setiap orang sesungguhnya telah ditetapkan Allah sejak dalam kekekalan. Calvinis memaksakan Ef. 1:4 untuk meyakinkan orang bahwa Allah telah menetapkan orang masuk sorga dan neraka sejak KEKEKALAN.
“Dari Paulus, … kepada … orang-orang percaya dalam Kristus Yesus. … Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, … yang dikaruniakanNya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihiNya.”
Melalui Exegesis/penafsiran yang hati-hati dan mendalam, dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat tersebut bukan berbicara tentang keselamatan, melainkan
memberitahukan bahwa Allah telah memilih Kristus sejak kekekalan dan setiap orang yang DI DALAM KRISTUS akan termasuk dalam lingkup pemilihan. Supaya bisa termasuk di dalam Kristus, seseorang harus percaya kepada Kristus. Dan surat Efesus adalah surat yang kudus menekankan jemaat yang adalah tubuh Kristus, kumpulan orang yang percaya kepada Kristus yang berarti termasuk dalam lingkup orang pilihan. Mereka termasuk dalam pilihan karena mereka berada di dalam Kristus dan berkumpul membentuk tubuh Kristus. Pada zaman PL Allah menetapkan bangsa Israel sebagai Tiang Penopang dan Dasar Kebenaran (TPDK), dan setiap orang yang dilahirkan sebagai orang Yahudi secara jasmani MASUK ke dalam pemilihan Allah. Sedangkan pada zaman PB Allah menetapkan jemaat lokal yang adalah tubuh Kristus sebagai TPDK dan memilih setiap orang yang tergabung ke dalamnya melalui bertobat dan percaya kepada Kristus untuk memperoleh berkat rohani.
Doktrin predestinasi telah menekankan kedaulatan Allah (sovereignity), tanpa mempertimbangkan aspek dua makhluk ciptaan Allah, yaitu malaikat dan manusia yang diberi kemampuan berpikir dan kebebasan memilih. Hasilnya Calvinisme mirip dengan konsep Islam yang disebut TAKDIR. Bagi Muslim segala sesuatu telah ditakdirkan, sedangkan bagi Calvinis telah dipredestinasikan. Jadi, kalau seorang perempuan diperkosa bergilir dan dibunuh, itu telah ditakdirkan atau telah dipredestinasikan Allah sejak kekekalan. Pengajaran Calvinis tentang keselamatan biasanya disingkat TULIP, yaitu T=Total Depravity, U=Unconditional Election, L=Limited Atonement, I=Irresistible Grace, P=Perseverance. Sesungguhnya ini bukan theologi, melainkan filsafat tentang cara manusia masuk Sorga oleh Agustinus yang dikembangkan oleh John Calvin.
1. TOTAL DEPRAVITY (hancur total)
Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan jatuh total, hancur total, atau rusak total. Mereka menyimpulkan bahwa Allah menetapkan Adam jatuh ke dalam dosa dan sesudahnya manusia hancur total. John Calvin berkata, “Lagi, saya bertanya: darimana itu terjadi bahwa kejatuhan Adam yang tak dapat diperbaiki melibatkan begitu banyak orang, bersama bayi keturunan mereka dalam kebinasaan kekal kecuali karena itu sangat disenangi Allah? Di sini lidah mereka yang suka berbicara harus tak berbunyi. Dekrit itu memang mengerikan, saya mengakuinya. Namun tidak ada orang yang dapat menyangkal bahwa Allah tahu dulu akhir seseorang sebelum Ia menciptakannya, dan secara konsekuen tahu dulu karena Ia yang menetapkan dengan dekritNya.” (John Calvin, Institutes of the Christian Religion). Calvin percaya dan mengajarkan bahwa Allah demi kesenanganNya telah menetapkan Adam jatuh ke dalam dosa sehingga menyeret seluruh umat manusia. Manusia sejak kejatuhan menjadi Total Depraved (hancur total), bahkan tidak bisa menjawab ya kepada Allah
Padahal tidak demikian menurut Alkitab. Selain Allah tidak pernah menetapkan kejatuhan Adam, setelah kejatuhan, ternyata manusia masih bisa berpikir, memilih, memutuskan bahkan Allah menyatakan bahwa manusia sudah seperti Allah (Kej. 3:22).
2. UNCONDITIONAL ELECTION (pemilihan tanpa syarat)
Menurut alur filsafat Calvin, karena manusia tidak bisa memberi respon sedetikpun kepada Allah, maka satu-satunya cara manusia diselamatkan ialah melalui pemilihan yang tanpa syarat (Unconditional Election). Efesus 1:4-5 dijadikan teks bukti. Padahal disitu tidak disebutkan pemilihan untuk keselamatan melainkan untuk memperoleh berkat surgawi. Dan lagipula disitu dikatakan pemilihan atas mereka yang di dalam Kristus, tanpa menunjukkan cara seseorang masuk ke dalam Kristus.
Demikian juga dengan kesukaan mereka dalam Roma 8:29-30, yang sesungguhnya tidak dikatakan Allah memilih sejumlah orang untuk masuk sorga sejak kekekalan, melainkan berkata bahwa Allah tahu dulu (Alkitab bhs. Indonesia sedikit salah terjemahan) maka Allah menetapkan. Jadi, penetapan Allah didasarkan atas foreknowledge (tahu lebih dulu) Allah.
Ketika Calvinis diajak rasionalisasi bahwa jika Allah telah menetapkan sejumlah orang masuk sorga sejak kekekalan, maka itu berarti Ia telah menetapkan sejumlah orang masuk neraka juga, maka jawaban yang muncul seringkali agak aneh, yaitu bahwa Allah secara AKTIF memilih sejumlah orang masuk Sorga dan , dan secara PASIF membiarkan sejumlah orang masuk Neraka. Padahal Calvinis percaya bahwa jika Allah mau, maka Ia bisa memilih semua orang masuk Sorga, namun Ia tidak mau, melainkan senang, dan demi kemuliaanNya serta kesenanganNya Ia hanya memilih sebagian saja.
Dr. David Cloud berkata bahwa “ada yang tidak beres dengan Allah orang Calvinis”. Dan Dave Hunt berkata, “Allahnya John Calvin bukan Allah yang maha kasih”. Kalau zaman sekarang di negara hukum ada orang bertindak seperti Allah Calvinis, pasti dia harus dipenjarakan. Bayangkan kalau ada orang melihat sebuah kapal yang berpenumpang seratus orang di lautan akan tenggelam, dan Ia membawa kapal yang besar yang cukup memuat beratus-ratus orang, namun Ia hanya memilih menyelamatkan sepuluh orang dan secara PASIF membiarkan sembilan puluh orang tenggelam, maka jika dia bukan seorang yang sangat jahat, ia pasti sakit jiwa.
Konsep Unconditional Election Calvinisme telah berhasil menggambarkan Allah sebagai penjahat, bahkan monster. Padahal Alkitab jelas menyatakan Allah itu Mahakasih. Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan hidup yang kekal. Ayat-ayat Alkitab tentu tidak saling bertentangan. Kalau ia terkesan bertentangan, maka pasti penafsirnya yang ada masalah.
3. LIMITED ATONEMENT (penebusan terbatas)
Rasionalisasi filsafat Calvinisme berkata bahwa manusia ambruk total sehingga tidak dapat menjawab atau memberi respon kepada Allah, sehingga sepenuhnya bergantung kepada pemilihan Allah yang Unconditional. Maka konsekuensi berikutnya adalah Limited Atonement (penebusan terbatas). Calvinis tidak bisa terima bahwa Allah menebus seisi dunia (1 Yoh 2:2, Ibr. 2:9, Yoh. 1:29, 1 Tim.2:6), karena itu tidak masuk ke dalam nalar filsafat mereka.
Mereka selalu berargumen bahwa “jika Allah menebus seisi dunia, maka tentu seisi dunia akan selamat, dong?! Kan Allah Mahakuasa?” Padahal memang Allah Mahakuasa dan ayat-ayat Alkitab menyatakan bahwa Allah mengasihi semua manusia bahkan Allah ingin semua manusia diselamatkan (2 Pet. 3:9). Konsep Calvinis bahwa jika Allah menghendaki semua manusia selamat dan Ia Mahakuasa, maka seharusnya semua orang menjadi selamat, itu karena mereka tidak memahami manusia yang memiliki kehendak bebas yang diberikan Allah dan Allah yang Mahakuasa menghargainya. Limited Atonement adalah salah satu dari lima poin Calvinisme yang paling sulit mereka pertahankan sehingga banyak dari mereka yang membuang poin ini sehingga menjadi four (empat) points Calvinis, termasuk Lewis S. Chafer (Pendiri Dallas Theological Seminary). Karena terlalu sulit bagi mereka untuk melawan terlalu banyak ayat yang menyatakan bahwa Yesus Kristus menebus dosa semua manusia.
4. IRRESISTIBLE GRACE
Poin ini sesungguhnya tidak terlalu penting karena merupakan tambahan atau rasionalisasi logis dari tiga poin sebelumnya. Jalan nalar filsafat Calvin ialah, ‘jika Allah memilih siapa yang ingin diselamatkanNya, maka sudah pasti orang tersebut tidak bisa menolak’. Mereka sebut anugerah yang tidak bisa ditolak (Irresistible Grace). Padahal di dalam Alkitab banyak sekali contoh penolakan. Orang muda yang datang kepada Yesus (Mat. 19:16-26) ternyata menolak. Dan Tuhan Yesus berkata dalam Mat. 23:37.

5. PERSEVERANCE of the Saints
Perseverance artinya adalah pemeliharaan orang-orang kudus yang adalah poin akhir dari rangkaian nalar Calvinisme. Tentu, kalau Allah telah menetapkan untuk menyelamatkan sebagian orang untuk masuk Sorga dan kemudian memilih mereka, maka Ia pasti akan menjamin mereka masuk sorga. Namun para Calvinis tidak pasti siapa yang dipilih atau tidak. Bahkan Seorang Calvinis berkata bahwa ia percaya ada orang yang sudah dipilih namun masih di kuil-kuil, masjid-masjid, dan di gereja-gereja Arminian. Sedangkan ada orang yang sedang menjadi gembala di gereja Reform tetapi sebenarnya tidak dipilih. Sesungguhnya Calvinis tidak memiliki kepastian masuk sorga yang Alkitabiah. Kepastian yang Alkitabiah adalah Ibr. 3:14.
“Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula”.

Mengenai keselamatan bayi sebelum akil balig, Calvinis sendiri kebingungan. Ada yang berkata bahwa bayi orang Kristen akan masuk sorga sedangkan bayi non-Kristen akan masuk neraka. Lalu bagaimana kalau tadinya seseorang belum menjadi Kristen, dan bayinya mati, dan sesudahnya ia menjadi Kristen? Betapa kejamnya Allah Calvinis yang memasukkan bayi ke dalam neraka karena status orang-tuanya. Ada Calvinis yang sangat jujur dan mengaku tidak tahu. Memang benar, jangankan yang mati bayi, yang sudah jadi pengkhotbah terkenal sekalipun bisa-bisa ternyata tidak terpilih. Sebagian lagi mengajarkan, baptism regeneration (keselamatan oleh baptisan) sehingga gereja Reform dan Presbiterian giat membaptis bayi. Mereka mensejajarkannya dengan sunat PL, sementara itu mereka membaptiskan bayi perempuan walau di PL wanita tidak disunat. Di dalam Calvinisme tidak ada kepastian masuk sorga, baik bayi, orang dewasa, anggota jemaat, bahkan para pendeta mereka sekalipun tidak ada kepastian masuk sorga karena mereka tidak tahu siapa yang dipilih dan siapa yang disingkirkan Allah (reprobation).
Kesimpulan
Tidaklah heran kalau Lawrence M. Vance menulis dalam bukunya The Other Side of Calvinism berkata : “Calvinisme adalah ajaran sesat terdahsyat yang telah mewabahi gereja.” Bagaimana tidak? Mormonisme memang sesat, tetapi tidak diijinkan masuk ke dalam gereja melainkan di blok di luar. Saksi Jehovah juga sesat dan di blok diluar. Sedangkan Calvinisme, sesat tapi diijinkan masuk ke gereja sehingga hampir tidak ada denominasi yang terlepas dari pengaruhnya. Calvinisme telah melenyapkan semangat penginjilan, bahkan semangat bertekun di dalam iman. Bayangkan, kalau Allah telah memilih sejumlah orang masuk sorga atau neraka sejak kekekalan melalui satu dekrit, untuk apa kita menginjil atau mempertahankan hidup keimanan kita? Calvinis selalu menjawab, “kita menginjil karena kita tidak tahu siapa yang dipilih atau tidak”. Coba duduk tenang dan renungkan! Kalau angkanya sudah pasti, giat memberitakan Injil juga tidak akan menambah, dan tak beritakan tidak akan berkurang juga jumlahnya. Lalu apa perlunya Injil diberitakan?
Filsafat Calvinistik inilah yang telah menghancurkan Eropa, yang tinggal sedikit waktu lagi akan menjadi wilayah Islam. Apakah ini berkat atau wabah bagi Kekristenan. Bayangkan jika Allah telah menetapkan (mempredestinasikan) atau menakdirkan segala sesuatu yang Calvin akui sebagaimana telah dikutip bahwa Allah menetapkan Adam jatuh ke dalam dosa, maka kejatuhan Adam adalah kesalahan Allah, bukan kesalahan Adam. Menurut Calvinis, Allah juga yang menetapkan orang membunuh, memperkosa, mencuri, yang tentu Allah juga yang menetapkan keributan 14 Mei 1998. Bisakah kita simpulkan bahwa Calvinisme adalah filsafat yang diciptakan John Calvin dengan memungut sebagian ayat Alkitab, sehingga filsafatnya bisa dimasukkan ke dalam pengajaran Kekristenan?
 Jika kita renungkan sungguh-sungguh, lima poin Calvinisme, maka satu dengan yang lainnya saling mengait. Jika salah satunya gagal, maka yang lainnya juga harus ditinggalkan. Oleh sebab itu logisnya tidak ada orang yang four points Calvinis, bahkan tidak ada yang one point. Jika Calvinis benar, maka ia benar kelima poinnya. Kita menjadi sangat heran ada diantara mereka yang sudah memodifikasi ajaran John Calvin, atau membuang beberapa poin dari TULIP namun mereka masih mau menyebut diri mereka Calvinis. Ketika pertanyaan ini dikemukakan, ada pihak yang menjawab mungkin karena mereka telah terlanjur memakai nama gereja Reform atau Presbiterian yang notabene adalah gereja yang didirikan John Calvin dan teman-temannya. Atau sesungguhnya mereka belum dilahirkan kembali, karena mereka belum pernah bertobat dan percaya kepada Kristus dengan benar, melainkan hanya yakin secara membabi-buta sebagai orang pilihan?
Jika anda berbicara dengan jemaat gereja Reform atau Presbyterian yang sesungguhnya adalah Calvinistic, tentang poin Calvinisme yang tidak masuk akal dan tidak alkitabiah, mereka pasti akan mengelak dengan berkata bahwa Calvinisme yang sejati tidak seperti itu. Bahkan sekalipun kita telah mengutip omongan John Calvin sendiri, mereka masih tetap akan berkelit dengan berkata bahwa itu pengajaran hypher-Calvinist. Mereka berbuat demikian karena ada poin tertentu yang terlalu sulit untuk dipertahankan, maka mereka menuduh kelompok Calvinis yang mempertahankan poin itu sebagai hypher-Calvinist. Dan mereka juga sering menuduh orang lain salah dalam memahami Calvinisme, sehingga Dr. David Cloud berkata, “jika tidak ada orang yang sanggup memahami Calvinisme, atau jika Calvinisme itu sedemikian berbelit-belit, maka pasti itu bukan kebenaran, melainkan penipuan”.
Tulisan ini tidak memiliki maksud negative, melainkan ingin mengajak teman-teman Calvinis, dan mengingatkan orang Kristen, untuk menilai dengan nurani serta akal sehat yang murni. Jika Calvinisme memang sulit untuk dipertahankan, ya untuk apa dipertahankan. Bukankah tujuan kita bertheologi itu untuk mencari kebenaran, bukan mencari pembenaran apalagi mempertahankan ketidak-benaran? Dengan kasih Kristus.***
Sumber : Pedang Roh Edisi XLVII (47) Tahun XI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar