Selasa, 04 Februari 2014

Waspada Injil Yang Lain!

Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia (Galatia 1:8)

Iblis memberitakan Injil? Ah masa sih. Mungkin itulah reaksi kebanyakan orang Kristen jika ditanya 
mengenai hal ini. Tetapi, rasul Paulus di abad pertama tidak menganggap remeh keikutsertaan Iblis 
dalam pemberitaan Injil – yang tentunya adalah untuk mengacaukannya. Ketika orang-orang percaya 
di Galatia disusupi oleh pengajar-pengajar palsu yang isi beritanya bahwa keselamatan memerlukan 
sunatan, Paulus sangat marah dan sedih. Ia tahu bahwa berita keselamatan (Injil) adalah berita 
terpenting di bumi ini, dan adalah satu-satunya harapan bagi manusia berdosa. Memberitakan Injil 
yang menyimpang adalah bagaikan memberikan harapan dan pertolongan palsu. Oleh sebab itulah 
Paulus mengucapkan 'anathema' yang keras terhadap barangsiapa yang mengabarkan “injil” yang lain, 
yang bukanlah Injil sejati.

Tetapi, yang menarik adalah, Paulus mengantisipasi adanya malaikat yang mem- beritakan Injil yang 
salah atau palsu! Malaikat seperti apakah yang akan memberitakan injil yang palsu? Tentunya bukan 
malaikat-malaikat Tuhan, tetapi malaikat jenis lain, yaitu malaikat yang telah memberontak kepada 
Tuhan – alias iblis dan Setan.
Mengapakah Paulus menyinggung malai- kat di perikop ini? Bukankah orang di Galatia mendengar injil 
yang palsu dari manusia? Memang benar. Tetapi, Paulus yang memiliki mata rohani dapat dengan jelas 
melihat bahwa penginjil-penginjil palsu itu hanyalah dipakai oleh iblis. Jika iblis ingin 
menyebarkan injil yang palsu, ia tidak perlu datang secara pribadi dalam rupa yang menakutkan, 
tetapi lebih sering ia akan memakai manusia untuk melakukannya. Hati-hati! Iblis memberitakan 
“injil.” Tetapi orang kristen harus waspada bukan saja terhadap penampakan yang me- ngerikan, 
melainkan juga terhadap usaha- usaha manusia untuk menyuguhkan injil yang berbeda, karena hal 
inipun adalah pekerjaan iblis.
Lalu, mengapa Paulus tidak menyebut setan atau iblis saja? Mengapa ia memakai istilah malaikat? 
Selain memakai manusia untuk menyebarkan injil palsu, terkadang iblis juga langsung turun tangan dalam “pemberitaan injilnya.” Contoh yang sangat klasik adalah klaim Joseph Smith, bahwa ada malaikat bernama Moroni yang memberikan kepadanya wahyu dalam lempengan emas. Dari lempengan emas itu muncullah Kitab Mormon yang menjadi acuan umat Mormon. Anehnya, lempengan emas yang diberikan oleh “Moroni” kepada Smith tidak pernah dilihat oleh satu orangpun. Mengingat bahwa Kitab Mormon sangat bertentangan dengan Alkitab, dapat disimpulkan bahwa ini adalah kasus “malaikat memberitakan injil”. Tetapi, apakah “Moroni” muncul dalam bentuk mengerikan? (Jika memang benar Smith melihat penampakan). Kemungkinan besar tidak. Jika iblis ingin berpura-pura memberitakan injil, maka ia tidak akan muncul sebagai tokoh hitam legam yang berekor trisula. Sebaliknya, ia akan muncul sebagai malaikat terang (2 Kor. 11:14). Pengajaran Paulus adalah: jangan terkecoh oleh penampilan, kredensial, pamor, titel, atau kedudukan dari orang yang memberitakan Injil, tetapi telitilah isi Injil yang diberitakan dan cocokkanlah dengan Alkitab. Injil yang benar adalah injil yang sempit. Tidak ada banyak jalan menuju surga, bahkan hanya ada satu. Paulus dengan yakin menjadikan Injil yang ia beritakan sebagai satu-satunya jalan. Tentu 
bukan Paulus yang menciptakan atau mengonsepkan injil ini, tetapi ia mendapatkannya langsung dari 
Yesus Krsitus. Sebagai wahyu yang datang dari Allah, maka pengajaran rasul Paulus adalah otoritatif 
dalam segala aspek, terutama keselamatan. Oleh sebab itulah Paulus mengu- tuk injil-injil lain yang 
tidak sama dengan apa yang ia ajarkan. Pengajaran rasul Paulus ini juga dimiliki oleh setiap orang 
percaya di dalam Alkitab. Untuk mengetahui apakah injil yang diberitakan itu benar atau tidak, maka 
bandingkanlah dengan Alkitab.

Injil Tentang Manusia
Sangat penting bagi manusia untuk mengetahui kondisi dirinya yang sebenarnya. Pernyataan Yesus 
bahwa “bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit” (Mat. 9:12) sangat benar. Dan 
orang yang tidak menganggap dirinya sakit tidak akan mencari tabib. Oleh sebab itulah, di dalam 
Injil yang benar selalu diberitakan bahwa manusia sudah rusak oleh dosa. Manusia perlu mencari 
seorang Juruselamat karena ia adalah seorang berdosa yang akan dihukum.
Sebaliknya, injil yang palsu akan me- nyangkal atau menyelewengkan pengajaran ini. Pada abad ke-19, 
Jonathan Edwards me- micu suatu kebangunan rohani dengan khot- bahnya yang terkenal dengan judul 
“Sinners in the hand of an angry God.” Dalam khotbah- nya itu, ia menjelaskan dengan gamblang 
pemberontakan manusia yang keji terhadap Allah dan konsekuensi yang sedang mengan- cam. Tetapi, 
hari ini, banyak gereja yang merasa risih untuk membawakan khotbah yang demikian “keras.” Situasi 
kekristenan sedemikian parah, sehingga gereja-gereja tidak berani lagi dengan lantang memprokla- 
mirkan manusia sebagai makhluk yang jatuh ke dalam dosa, penuh dengan kejahatan dan akan masuk 
neraka karena dosa-dosanya. Bahasa seperti itu dianggap terlalu “negatif” dan menyinggung perasaan 
orang.
Trend ini ditopang oleh perkembangan dunia sekuler. Psikologi modern yang dipe- lopori oleh 
ateis-ateis seperti Freud, Jung, dll., telah sepakat untuk mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya 
adalah baik. Dalam lingo psikologi, manusia tidak memiliki dosa, tetapi mereka memiliki “problem,” 
atau “penyakit.” Permainan kata yang licik ini me- ngalihkan kesalahan dari si pendosa kepada 
hal-hal lain (keadaan, perlakuan masa kecil, dsb.), dan mengurangi konotasi negatif dari kondisi 
manusia (memiliki problem terdengar lebih positif daripada memiliki dosa).
Selain pengaruh dari psikologi sekuler, pandangan bahwa “manusia itu baik,” juga dipromosikan oleh 
gerakan New Age. Gerakan yang merupakan campuran dari mistik timur dan okultisme ini bahkan 
mengajarkan bahwa semua manusia pada intinya adalah allah. Semua masalah terjadi karena tidak 
merealisasikan ke-ilahian sendiri, atau kurang self-esteem (harga diri). Tentu dengan mind- setting 
seperti ini, pengajaran Alkitab tentang kebobrokan manusia berdosa tidak mendapat tempat. Herannya, 
banyak orang “kristen” dan gereja yang menelan semua ini bulat-bulat.
Jadi, jika manusia tidak lagi dipresen- tasikan sebagai orang berdosa yang akan masuk neraka, lalu 
injil seperti apakah yang diberitakan? Keselamatan macam apakah yang ditawarkan? Memang, 
kontradiksi ini akhirnya memicu kepada banyak injil yang sesat. Bukannya memberitakan Injil Yesus 
Kristus yang menyelamatkan orang berdosa dari hukuman neraka, kini banyak gereja yang menawarkan 
injil sosial. Gereja tidak lagi dilihat sebagai institusi yang didirikan Yesus untuk pekabaran 
Injil keselamatan, tetapi lebih sebagai organisasi religius yang bertugas untuk membantu umat 
manusia secara sosial. Kontribusi gereja terhadap lingkungan dalam aspek sosial, ekonomi dan politik dinilai lebih penting ketimbang penginjilan. Padahal berapa juta dus indomie dijatuhkan kepada rakyat Aceh tidak akan menolong mereka ke Sorga jika tidak memberitakan Injil yang benar kepada mereka.
Peran  Yesus  sebagai  juruselamat  juga diinterpretasi ulang. Jika manusia tidak lagi dianggap 
sebagai makhluk berdosa yang perlu diselesaikan dosanya, lalu keselamatan seperti apakah yang ia 
perlukan? Percaya atau tidak, banyak pihak yang mengajarkan bahwa Yesus menyelamatkan manusia dari 
pandangan yang buruk tentang dirinya sendiri. Yesus diklaim datang ke dunia untuk memberi contoh 
tentang pandangan diri yang baik. Yesus mengklaim diri  sebagai  Allah,  dan  ia  adalah  manusia 
pertama  yang  menyadari  keilahian  dirinya. Para penginjil palsu ini mengajarkan bahwa semua  
manusia  juga  seperti  Yesus,  tetapi masing-masing    perlu    merealisasikannya. Justru, mereka 
berkilah, pandangan ortodoks bahwa  manusia  penuh  dosa  telah  banyak merusak   harga   diri   
manusia   dan   justru berlawanan dengan contoh dan teladan Yesus. Injil  yang  demikian  tentu  
hanya  akan membawa manusia makin jauh di dalam ceng- keraman    dosa.    Alkitab    dengan    
tegas mengajarkan bahwa manusia perlu menyadari dulu kondisinya yang berdosa. Untuk itulah hukum 
Taurat diberikan, yaitu agar manusia sadar bahwa ia tidak sanggup melaksanakan segala perintah 
Allah sehingga memerlukan seorang Juruselamat. Iblis tahu, bahwa jika manusia tidak mengakui 
dosa-dosanya, maka ia tidak akan beroleh selamat, sehingga berbagai   injil   palsu   telah   
bermunculan   yang mengajarkan kebaikan manusia.

Injil Tentang Surga dan Neraka
Salah satu komponen yang penting dalam Injil yang benar adalah konsep yang benar tentang surga dan 
neraka. Alkitab menga- jarkan surga dan neraka sebagai tempat ke mana manusia akan pergi setelah 
meninggal. Surga adalah tempat yang indah, penuh de- ngan kesenangan, dan disebut juga sebagai 
“rumah Bapa,” karena merupakan tempat tahta Allah. Neraka, di lain pihak, adalah juga sebuah 
tempat, yang penuh dengan siksaan, terpisah dari Tuhan, dan memiliki api yang tidak padam dan ulat 
yang tidak mati.
Tidak cukup bagi manusia untuk menya- dari bahwa ia berdosa, tetapi ia juga harus mengetahui 
konsekuensi dari dosanya itu. Ia harus tahu bahwa dosa membawa manusia kepada maut, yaitu neraka, 
dan ia harus paham situasi neraka sebagaimana diberitahu oleh Alkitab.
Dalam  usahanya  untuk  menggagalkan keselamatan manusia, aspek ini juga telah ba- nyak diselewengkan oleh Iblis. Dalam injil versi Iblis, surga dan neraka tidaklah sama de- ngan apa yang diajarkan oleh Alkitab. Iblis menyediakan banyak alternatif, tetapi tidak ada satupun yang sesuai dengan firman Tuhan. Kata kelompok Saksi Yehova manusia tidak akan ke Sorga melainkan langit baru dan bumi baru.
Makin hari makin banyak orang kristen yang tidak percaya bahwa neraka adalah suatu tempat yang 
nyata. Ada yang menyatakan bahwa neraka hanyalah suatu perumpamaan, suatu alegori kehidupan setelah 
kematian. Orang yang tidak pecaya Yesus, mereka men- jelaskan, akan ada dalam suasana terpisah dari 
Tuhan, dan itulah yang dimaksud dengan neraka. Jadi, neraka menurut pandangan ini adalah sebuah 
situasi, bukan suatu tempat.
Para penganut pandangan ini berargumen bahwa Allah yang maha kasih tidak mungkin menghukum orang di 
dalam suatu lautan api. Atau, mereka mengatakan bahwa hukuman tidak akan berlangsung untuk 
selama-lamanya. Sebagian menambahkan suatu konsep purgatory, yaitu tempat penghukuman sementara, di 
mana “dosa-dosa dibakar” dan sesudah genap, maka orang tersebut dapat masuk surga. Ada gereja yang 
mengajarkan bahwa seseorang dapat lebih cepat keluar dari purgatory bila ada yang mendoakannya, se- 
hingga timbullah praktek berdoa bagi orang mati, atau menyumbang kepada gereja agar keluarganya 
yang telah meninggal didoakan.
Semua ini adalah pelencengan yang serius terhadap Injil yang benar. Jika manusia tidak jelas 
tentang neraka, maka pada intinya ia tidak dapat diselamatkan, karena ia tidak tahu ia diselamatkan 
dari apa. Ditambah lagi jika ia tidak tahu ia akan diselamatkan ke mana. Surga tidak lagi 
dimengerti oleh banyak orang sebagai suatu tempat. Semua ini ten- tunya bertentangan dengan 
pengajaran Alkitab. Terkutuklah mereka, karena mereka telah mengajarkan injil yang lain, yang tidak 
sesuai dengan firman Allah.

Injil Tentang Yesus
Puncak dari serangan Iblis ialah penga- jaran tentang Yesus yang palsu. Sungguh, dengan semakin 
banyaknya penyesatan, orang kristen harus semakin spesifik dan berhati-hati dalam berterminologi. 
Pada masa lalu, istilah “percaya pada Yesus” sudah menjamin bahwa seseorang adalah sungguh Kristen. 
Tetapi, kini tidak lagi, karena banyak sekali “Yesus” yang ditawarkan iblis.
Serangan yang paling sering dilakukan adalah terhadap keilahian Yesus. Sejak zaman rasul-rasul 
dalam bentuk gnostik, hingga abad pertengahan dalam bentuk Arianisme, bahkan hingga ke zaman modern ini dalam bentuk Saksi Yehova, New Age, dll., semuanya menolak keilahian Yesus yang setara dengan Allah Bapa. Padahal, kepercayaan yang satu ini demikian krusial untuk keselamatan manusia. Bagi kelompok-kelompok ini, percuma saja Alkitab dengan tegas dan berulang kali menyebut Yesus sebagai Tuhan dan Allah, mereka akan berkelit dan menjelaskan semuanya dengan dalih-dalih mereka. Tetapi, kutuk ada di atas mereka, karena mereka menarik orang ke dalam neraka.
Serangan-serangan juga dilancarkan terhadap aspek-aspek kehidupan Yesus, mulai dari kelahiran 
hingga kebangkitanNya. Kelahiran perawan Yesus dipertanyakan oleh para Liberal, walaupun doktrin 
ini jelas diajarkan oleh Alkitab dan penting untuk mempertahankan bahwa Yesus tidak berasal dari 
manusia dan tidak mewarisi sifat-sifat dosa manusia. Belakangan ini, muncul juga teori yang 
mengatakan bahwa Yesus pergi ke India untuk belajar dari para guru Hindu di sana dari umur 12 tahun 
hingga kembali ke Palestina pada umur 30 tahunan. Teori yang tidak berdasar ini beredar karena 
rumor yang dikembangkan seorang biksu di India. Walaupun tidak ada bukti sama sekali, tetapi para 
pendukung pandangan ini menyebar luaskannya dan dengan cepat diterima oleh para penentang 
kebenaran.
Serangan terhadap kebangkitan Yesus adalah serangan terhadap inti dari Injil dan kekristenan itu 
sendiri. Paulus sendiri menga- takan bahwa, “andaikata Kristus tidak dibang- kitkan, maka 
sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.” (I Kor. 15:14). Yang 
mengherankan adalah, orang- orang yang mengaku diri kristen (baca: liberal), yang tidak mengakui 
kebangkitan Yesus. Ada puluhan “ahli theologi kristen” berkumpul dalam Jesus Seminar, dan me- 
nyangkal kebangkitan Yesus. Ini adalah injil Iblis yang membawa manusia kepada hukum- an kekal.
Jadi, jelas bahwa iblis turut membe- ritakan injil. Injil yang ia beritakan tidak membawa kepada 
keselamatan tetapi kepada kebinasaan. Orang kristen sebaiknya berhati- hati karena injil palsu itu 
ada di mana-mana bahkan di dalam gereja dan di kalangan kekristenan itu sendiri.

Oleh: Dr. Steven Einstain Th.D.
Sumber: Pedang Roh Edisi XLII (42)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar