Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia (Galatia 1:8)
Iblis memberitakan Injil? Ah masa sih. Mungkin itulah reaksi kebanyakan orang Kristen jika ditanya
mengenai hal ini. Tetapi, rasul Paulus di abad pertama tidak menganggap remeh keikutsertaan Iblis
dalam pemberitaan Injil – yang tentunya adalah untuk mengacaukannya. Ketika orang-orang percaya
di Galatia disusupi oleh pengajar-pengajar palsu yang isi beritanya bahwa keselamatan memerlukan
sunatan, Paulus sangat marah dan sedih. Ia tahu bahwa berita keselamatan (Injil) adalah berita
terpenting di bumi ini, dan adalah satu-satunya harapan bagi manusia berdosa. Memberitakan Injil
yang menyimpang adalah bagaikan memberikan harapan dan pertolongan palsu. Oleh sebab itulah
Paulus mengucapkan 'anathema' yang keras terhadap barangsiapa yang mengabarkan “injil” yang lain,
yang bukanlah Injil sejati.
Tetapi, yang menarik adalah, Paulus mengantisipasi adanya malaikat yang mem- beritakan Injil yang
salah atau palsu! Malaikat seperti apakah yang akan memberitakan injil yang palsu? Tentunya bukan
malaikat-malaikat Tuhan, tetapi malaikat jenis lain, yaitu malaikat yang telah memberontak kepada
Tuhan – alias iblis dan Setan.
Mengapakah Paulus menyinggung malai- kat di perikop ini? Bukankah orang di Galatia mendengar injil
yang palsu dari manusia? Memang benar. Tetapi, Paulus yang memiliki mata rohani dapat dengan jelas
melihat bahwa penginjil-penginjil palsu itu hanyalah dipakai oleh iblis. Jika iblis ingin
menyebarkan injil yang palsu, ia tidak perlu datang secara pribadi dalam rupa yang menakutkan,
tetapi lebih sering ia akan memakai manusia untuk melakukannya. Hati-hati! Iblis memberitakan
“injil.” Tetapi orang kristen harus waspada bukan saja terhadap penampakan yang me- ngerikan,
melainkan juga terhadap usaha- usaha manusia untuk menyuguhkan injil yang berbeda, karena hal
inipun adalah pekerjaan iblis.
Lalu, mengapa Paulus tidak menyebut setan atau iblis saja? Mengapa ia memakai istilah malaikat?
Selain memakai manusia untuk menyebarkan injil palsu, terkadang iblis juga langsung turun tangan dalam “pemberitaan injilnya.” Contoh yang sangat klasik adalah klaim Joseph Smith, bahwa ada malaikat bernama Moroni yang memberikan kepadanya wahyu dalam lempengan emas. Dari lempengan emas itu muncullah Kitab Mormon yang menjadi acuan umat Mormon. Anehnya, lempengan emas yang diberikan oleh “Moroni” kepada Smith tidak pernah dilihat oleh satu orangpun. Mengingat bahwa Kitab Mormon sangat bertentangan dengan Alkitab, dapat disimpulkan bahwa ini adalah kasus “malaikat memberitakan injil”. Tetapi, apakah “Moroni” muncul dalam bentuk mengerikan? (Jika memang benar Smith melihat penampakan). Kemungkinan besar tidak. Jika iblis ingin berpura-pura memberitakan injil, maka ia tidak akan muncul sebagai tokoh hitam legam yang berekor trisula. Sebaliknya, ia akan muncul sebagai malaikat terang (2 Kor. 11:14). Pengajaran Paulus adalah: jangan terkecoh oleh penampilan, kredensial, pamor, titel, atau kedudukan dari orang yang memberitakan Injil, tetapi telitilah isi Injil yang diberitakan dan cocokkanlah dengan Alkitab. Injil yang benar adalah injil yang sempit. Tidak ada banyak jalan menuju surga, bahkan hanya ada satu. Paulus dengan yakin menjadikan Injil yang ia beritakan sebagai satu-satunya jalan. Tentu
bukan Paulus yang menciptakan atau mengonsepkan injil ini, tetapi ia mendapatkannya langsung dari
Yesus Krsitus. Sebagai wahyu yang datang dari Allah, maka pengajaran rasul Paulus adalah otoritatif
dalam segala aspek, terutama keselamatan. Oleh sebab itulah Paulus mengu- tuk injil-injil lain yang
tidak sama dengan apa yang ia ajarkan. Pengajaran rasul Paulus ini juga dimiliki oleh setiap orang
percaya di dalam Alkitab. Untuk mengetahui apakah injil yang diberitakan itu benar atau tidak, maka
bandingkanlah dengan Alkitab.
Injil Tentang Manusia
Sangat penting bagi manusia untuk mengetahui kondisi dirinya yang sebenarnya. Pernyataan Yesus
bahwa “bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit” (Mat. 9:12) sangat benar. Dan
orang yang tidak menganggap dirinya sakit tidak akan mencari tabib. Oleh sebab itulah, di dalam
Injil yang benar selalu diberitakan bahwa manusia sudah rusak oleh dosa. Manusia perlu mencari
seorang Juruselamat karena ia adalah seorang berdosa yang akan dihukum.
Sebaliknya, injil yang palsu akan me- nyangkal atau menyelewengkan pengajaran ini. Pada abad ke-19,
Jonathan Edwards me- micu suatu kebangunan rohani dengan khot- bahnya yang terkenal dengan judul
“Sinners in the hand of an angry God.” Dalam khotbah- nya itu, ia menjelaskan dengan gamblang
pemberontakan manusia yang keji terhadap Allah dan konsekuensi yang sedang mengan- cam. Tetapi,
hari ini, banyak gereja yang merasa risih untuk membawakan khotbah yang demikian “keras.” Situasi
kekristenan sedemikian parah, sehingga gereja-gereja tidak berani lagi dengan lantang memprokla-
mirkan manusia sebagai makhluk yang jatuh ke dalam dosa, penuh dengan kejahatan dan akan masuk
neraka karena dosa-dosanya. Bahasa seperti itu dianggap terlalu “negatif” dan menyinggung perasaan
orang.
Trend ini ditopang oleh perkembangan dunia sekuler. Psikologi modern yang dipe- lopori oleh
ateis-ateis seperti Freud, Jung, dll., telah sepakat untuk mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya
adalah baik. Dalam lingo psikologi, manusia tidak memiliki dosa, tetapi mereka memiliki “problem,”
atau “penyakit.” Permainan kata yang licik ini me- ngalihkan kesalahan dari si pendosa kepada
hal-hal lain (keadaan, perlakuan masa kecil, dsb.), dan mengurangi konotasi negatif dari kondisi
manusia (memiliki problem terdengar lebih positif daripada memiliki dosa).
Selain pengaruh dari psikologi sekuler, pandangan bahwa “manusia itu baik,” juga dipromosikan oleh
gerakan New Age. Gerakan yang merupakan campuran dari mistik timur dan okultisme ini bahkan
mengajarkan bahwa semua manusia pada intinya adalah allah. Semua masalah terjadi karena tidak
merealisasikan ke-ilahian sendiri, atau kurang self-esteem (harga diri). Tentu dengan mind- setting
seperti ini, pengajaran Alkitab tentang kebobrokan manusia berdosa tidak mendapat tempat. Herannya,
banyak orang “kristen” dan gereja yang menelan semua ini bulat-bulat.
Jadi, jika manusia tidak lagi dipresen- tasikan sebagai orang berdosa yang akan masuk neraka, lalu
injil seperti apakah yang diberitakan? Keselamatan macam apakah yang ditawarkan? Memang,
kontradiksi ini akhirnya memicu kepada banyak injil yang sesat. Bukannya memberitakan Injil Yesus
Kristus yang menyelamatkan orang berdosa dari hukuman neraka, kini banyak gereja yang menawarkan
injil sosial. Gereja tidak lagi dilihat sebagai institusi yang didirikan Yesus untuk pekabaran
Injil keselamatan, tetapi lebih sebagai organisasi religius yang bertugas untuk membantu umat
manusia secara sosial. Kontribusi gereja terhadap lingkungan dalam aspek sosial, ekonomi dan politik dinilai lebih penting ketimbang penginjilan. Padahal berapa juta dus indomie dijatuhkan kepada rakyat Aceh tidak akan menolong mereka ke Sorga jika tidak memberitakan Injil yang benar kepada mereka.
Peran Yesus sebagai juruselamat juga diinterpretasi ulang. Jika manusia tidak lagi dianggap
sebagai makhluk berdosa yang perlu diselesaikan dosanya, lalu keselamatan seperti apakah yang ia
perlukan? Percaya atau tidak, banyak pihak yang mengajarkan bahwa Yesus menyelamatkan manusia dari
pandangan yang buruk tentang dirinya sendiri. Yesus diklaim datang ke dunia untuk memberi contoh
tentang pandangan diri yang baik. Yesus mengklaim diri sebagai Allah, dan ia adalah manusia
pertama yang menyadari keilahian dirinya. Para penginjil palsu ini mengajarkan bahwa semua
manusia juga seperti Yesus, tetapi masing-masing perlu merealisasikannya. Justru, mereka
berkilah, pandangan ortodoks bahwa manusia penuh dosa telah banyak merusak harga diri
manusia dan justru berlawanan dengan contoh dan teladan Yesus. Injil yang demikian tentu
hanya akan membawa manusia makin jauh di dalam ceng- keraman dosa. Alkitab dengan
tegas mengajarkan bahwa manusia perlu menyadari dulu kondisinya yang berdosa. Untuk itulah hukum
Taurat diberikan, yaitu agar manusia sadar bahwa ia tidak sanggup melaksanakan segala perintah
Allah sehingga memerlukan seorang Juruselamat. Iblis tahu, bahwa jika manusia tidak mengakui
dosa-dosanya, maka ia tidak akan beroleh selamat, sehingga berbagai injil palsu telah
bermunculan yang mengajarkan kebaikan manusia.
Injil Tentang Surga dan Neraka
Salah satu komponen yang penting dalam Injil yang benar adalah konsep yang benar tentang surga dan
neraka. Alkitab menga- jarkan surga dan neraka sebagai tempat ke mana manusia akan pergi setelah
meninggal. Surga adalah tempat yang indah, penuh de- ngan kesenangan, dan disebut juga sebagai
“rumah Bapa,” karena merupakan tempat tahta Allah. Neraka, di lain pihak, adalah juga sebuah
tempat, yang penuh dengan siksaan, terpisah dari Tuhan, dan memiliki api yang tidak padam dan ulat
yang tidak mati.
Tidak cukup bagi manusia untuk menya- dari bahwa ia berdosa, tetapi ia juga harus mengetahui
konsekuensi dari dosanya itu. Ia harus tahu bahwa dosa membawa manusia kepada maut, yaitu neraka,
dan ia harus paham situasi neraka sebagaimana diberitahu oleh Alkitab.
Dalam usahanya untuk menggagalkan keselamatan manusia, aspek ini juga telah ba- nyak diselewengkan oleh Iblis. Dalam injil versi Iblis, surga dan neraka tidaklah sama de- ngan apa yang diajarkan oleh Alkitab. Iblis menyediakan banyak alternatif, tetapi tidak ada satupun yang sesuai dengan firman Tuhan. Kata kelompok Saksi Yehova manusia tidak akan ke Sorga melainkan langit baru dan bumi baru.
Makin hari makin banyak orang kristen yang tidak percaya bahwa neraka adalah suatu tempat yang
nyata. Ada yang menyatakan bahwa neraka hanyalah suatu perumpamaan, suatu alegori kehidupan setelah
kematian. Orang yang tidak pecaya Yesus, mereka men- jelaskan, akan ada dalam suasana terpisah dari
Tuhan, dan itulah yang dimaksud dengan neraka. Jadi, neraka menurut pandangan ini adalah sebuah
situasi, bukan suatu tempat.
Para penganut pandangan ini berargumen bahwa Allah yang maha kasih tidak mungkin menghukum orang di
dalam suatu lautan api. Atau, mereka mengatakan bahwa hukuman tidak akan berlangsung untuk
selama-lamanya. Sebagian menambahkan suatu konsep purgatory, yaitu tempat penghukuman sementara, di
mana “dosa-dosa dibakar” dan sesudah genap, maka orang tersebut dapat masuk surga. Ada gereja yang
mengajarkan bahwa seseorang dapat lebih cepat keluar dari purgatory bila ada yang mendoakannya, se-
hingga timbullah praktek berdoa bagi orang mati, atau menyumbang kepada gereja agar keluarganya
yang telah meninggal didoakan.
Semua ini adalah pelencengan yang serius terhadap Injil yang benar. Jika manusia tidak jelas
tentang neraka, maka pada intinya ia tidak dapat diselamatkan, karena ia tidak tahu ia diselamatkan
dari apa. Ditambah lagi jika ia tidak tahu ia akan diselamatkan ke mana. Surga tidak lagi
dimengerti oleh banyak orang sebagai suatu tempat. Semua ini ten- tunya bertentangan dengan
pengajaran Alkitab. Terkutuklah mereka, karena mereka telah mengajarkan injil yang lain, yang tidak
sesuai dengan firman Allah.
Injil Tentang Yesus
Puncak dari serangan Iblis ialah penga- jaran tentang Yesus yang palsu. Sungguh, dengan semakin
banyaknya penyesatan, orang kristen harus semakin spesifik dan berhati-hati dalam berterminologi.
Pada masa lalu, istilah “percaya pada Yesus” sudah menjamin bahwa seseorang adalah sungguh Kristen.
Tetapi, kini tidak lagi, karena banyak sekali “Yesus” yang ditawarkan iblis.
Serangan yang paling sering dilakukan adalah terhadap keilahian Yesus. Sejak zaman rasul-rasul
dalam bentuk gnostik, hingga abad pertengahan dalam bentuk Arianisme, bahkan hingga ke zaman modern ini dalam bentuk Saksi Yehova, New Age, dll., semuanya menolak keilahian Yesus yang setara dengan Allah Bapa. Padahal, kepercayaan yang satu ini demikian krusial untuk keselamatan manusia. Bagi kelompok-kelompok ini, percuma saja Alkitab dengan tegas dan berulang kali menyebut Yesus sebagai Tuhan dan Allah, mereka akan berkelit dan menjelaskan semuanya dengan dalih-dalih mereka. Tetapi, kutuk ada di atas mereka, karena mereka menarik orang ke dalam neraka.
Serangan-serangan juga dilancarkan terhadap aspek-aspek kehidupan Yesus, mulai dari kelahiran
hingga kebangkitanNya. Kelahiran perawan Yesus dipertanyakan oleh para Liberal, walaupun doktrin
ini jelas diajarkan oleh Alkitab dan penting untuk mempertahankan bahwa Yesus tidak berasal dari
manusia dan tidak mewarisi sifat-sifat dosa manusia. Belakangan ini, muncul juga teori yang
mengatakan bahwa Yesus pergi ke India untuk belajar dari para guru Hindu di sana dari umur 12 tahun
hingga kembali ke Palestina pada umur 30 tahunan. Teori yang tidak berdasar ini beredar karena
rumor yang dikembangkan seorang biksu di India. Walaupun tidak ada bukti sama sekali, tetapi para
pendukung pandangan ini menyebar luaskannya dan dengan cepat diterima oleh para penentang
kebenaran.
Serangan terhadap kebangkitan Yesus adalah serangan terhadap inti dari Injil dan kekristenan itu
sendiri. Paulus sendiri menga- takan bahwa, “andaikata Kristus tidak dibang- kitkan, maka
sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.” (I Kor. 15:14). Yang
mengherankan adalah, orang- orang yang mengaku diri kristen (baca: liberal), yang tidak mengakui
kebangkitan Yesus. Ada puluhan “ahli theologi kristen” berkumpul dalam Jesus Seminar, dan me-
nyangkal kebangkitan Yesus. Ini adalah injil Iblis yang membawa manusia kepada hukum- an kekal.
Jadi, jelas bahwa iblis turut membe- ritakan injil. Injil yang ia beritakan tidak membawa kepada
keselamatan tetapi kepada kebinasaan. Orang kristen sebaiknya berhati- hati karena injil palsu itu
ada di mana-mana bahkan di dalam gereja dan di kalangan kekristenan itu sendiri.
Oleh: Dr. Steven Einstain Th.D.
Sumber: Pedang Roh Edisi XLII (42)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar